Pendahuluan: Situasi Menjelang Lebaran
Menjelang Hari Raya Lebaran, momen yang seharusnya dipenuhi dengan ibadah dan kebersamaan, justru dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk melakukan praktik pemerasan. Berbagai modus digunakan untuk mencari Tunjangan Hari Raya (THR) secara ilegal, mulai dari mengaku sebagai jagoan lokal hingga berpura-pura menjadi anggota organisasi masyarakat (ormas). Fenomena ini menciptakan ketidaknyamanan dan ketidakamanan di kalangan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerasan ini semakin meningkat, dengan banyak laporan yang mencuat ke permukaan. Kasus-kasus ini tidak hanya merugikan pengusaha, tetapi juga mengganggu ketenangan masyarakat yang ingin merayakan hari besar dengan damai. Artikel ini akan mengulas berbagai modus pemerasan THR yang terjadi serta langkah-langkah yang diambil oleh pihak berwenang untuk mengatasinya.
Kasus Suhada: Jagoan Cikiwul yang Viral
Salah satu kasus yang paling dikenal adalah tindakan Suhada, seorang pria berusia 47 tahun dari Bantargebang, Bekasi. Suhada menjadi viral setelah video aksinya meminta THR di sebuah pabrik menyebar di media sosial. Dalam video tersebut, ia terlihat berdebat dengan petugas sekuriti karena uang yang diberikan tidak sesuai harapannya.
Suhada mengklaim bahwa dirinya memiliki banyak pengikut dan mengancam akan menghalangi akses jalan jika tidak mendapatkan uang yang diminta. Tindakannya ini berujung pada penangkapan oleh pihak kepolisian, dan ia ditetapkan sebagai tersangka pengancaman berdasarkan pasal 335 KUHP. Kasus ini menunjukkan bahwa praktik pemerasan dapat berakhir dengan konsekuensi hukum yang serius.
Penegakan hukum yang tegas dari pihak kepolisian diharapkan mampu memberikan efek jera bagi pelaku lainnya dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Masyarakat diimbau untuk tidak takut melaporkan tindakan pemerasan kepada pihak berwenang.
Modus Pemerasan Menggunakan Identitas Resmi
Selain kasus Suhada, terdapat modus lain yang lebih mencolok, yaitu penggunaan identitas resmi untuk melakukan pemerasan. Ajun Inspektur Dua Anwar, seorang anggota Bhabinkamtibmas dari Polsek Metro Menteng, Jakarta Pusat, ditangkap setelah menggunakan surat berkop Polsek untuk meminta uang dari pengusaha tanpa izin.
Kapolsek Metro Menteng, Komisaris Polisi Reza Rahandi, menyatakan bahwa Anwar tidak melaporkan surat tersebut kepada pimpinannya dan tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan. Akibat tindakan tersebut, Anwar dijatuhi sanksi administratif dan dinonaktifkan dari jabatannya. Kasus ini mencerminkan perlunya integritas di dalam institusi kepolisian dan pengawasan yang lebih ketat.
Masyarakat harus lebih berhati-hati dan waspada terhadap permintaan yang mengatasnamakan pihak resmi. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya penipuan yang merugikan banyak pihak.
Pemerasan Mengatasnamakan ASN
Di Kabupaten Bekasi, seorang pria yang mengenakan seragam Aparatur Sipil Negara (ASN) juga terlibat dalam pemerasan. Ia meminta uang retribusi THR dari pedagang di pasar induk Cibitung dengan menunjukkan selembar kertas bertuliskan “retribusi THR”. Dalam video yang beredar, pria tersebut mengklaim sebagai perwakilan pemerintah daerah.
Korban dari pemerasan ini melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang. Kapolres Metro Bekasi, Komisaris Besar Mustofa, mengonfirmasi bahwa dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, dengan total uang yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 1,6 juta.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa pemanfaatan atribut resmi dapat dijadikan alat untuk menipu masyarakat. Oleh karena itu, pihak kepolisian mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada dan melaporkan tindakan mencurigakan kepada mereka.
Proposal Palsu dari Ormas
Di Depok, banyak beredar proposal permohonan dana yang mengatasnamakan ormas. Proposal ini berisi permintaan dana untuk pengamanan lebaran dan bantuan bagi korban banjir. Pengusaha yang menerima proposal merasa tertekan untuk memberikan sumbangan agar tidak mengalami gangguan terhadap usahanya.
Seorang pengusaha di Depok mengungkapkan bahwa ia menerima dua proposal dari ormas yang meminta sumbangan untuk kegiatan mereka. Rincian anggaran yang disertakan dalam proposal mencakup biaya untuk kemeja, peci, dan beras, dengan total anggaran mencapai Rp 13 juta. Pengusaha tersebut merasa tertekan untuk memberikan sumbangan agar tidak mengalami gangguan terhadap usahanya.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi maraknya praktik pemerasan ini dengan berencana membentuk Satgas Antipremanisme. Ia prihatin dengan banyaknya kasus intimidasi yang dilakukan ormas menjelang Hari Raya. Tindakan tegas diharapkan dapat mencegah premanisme yang meresahkan masyarakat.
Kekerasan Terhadap Sekuriti
Dua sekuriti dari SMA 9 Kabupaten Tangerang juga menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh dua anggota LSM yang gagal meminta THR. Kejadian ini berawal ketika kedua anggota LSM mendatangi sekolah untuk meminta uang. Ketika permintaan mereka ditolak, mereka melakukan tindakan kekerasan terhadap petugas keamanan.
Satu petugas mengalami luka parah akibat serangan tersebut. Kasus ini menunjukkan bahwa pemerasan tidak hanya dilakukan dengan cara meminta uang, tetapi juga dapat berujung pada tindakan kekerasan yang membahayakan keselamatan orang lain.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa Polri tidak akan mentolerir segala bentuk premanisme. Pihaknya berkomitmen untuk menindak tegas aksi premanisme yang mengancam investasi dan stabilitas ekonomi nasional.
Tindakan Pihak Berwenang dan Imbauan untuk Masyarakat
Polisi juga mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan setiap tindakan pemerasan. Mereka menjamin perlindungan bagi pelapor dan akan menindaklanjuti setiap laporan secara profesional. Hal ini diharapkan dapat menciptakan rasa aman di masyarakat.
Dengan adanya langkah tegas dari pihak berwenang, diharapkan akan ada efek jera bagi para pelaku pemerasan. Masyarakat juga diharapkan lebih berani melaporkan setiap tindakan yang merugikan mereka.
Kesimpulan: Membangun Kesadaran Kolektif
Fenomena pemerasan THR menjelang Lebaran menunjukkan betapa pentingnya kesadaran masyarakat terhadap tindakan ilegal ini. Masyarakat harus lebih waspada dan berani melaporkan setiap tindakan pemerasan kepada pihak berwenang.
Pihak berwenang juga perlu terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Dengan kolaborasi antara masyarakat dan kepolisian, diharapkan praktik pemerasan dapat diminimalisir sehingga masyarakat bisa merayakan hari raya dengan tenang.
Maraknya praktik pemerasan ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Pendidikan dan sosialisasi mengenai hak-hak masyarakat juga perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah tertekan oleh tindakan ilegal.
Dengan demikian, diharapkan bulan puasa dan Hari Raya dapat menjadi momen yang penuh berkah, tanpa gangguan dari tindakan yang merugikan.