Latar Belakang Kasus Korupsi di Cikujang
Kisah mengejutkan datang dari Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, di mana mantan Kepala Desa Heni Mulyani dijatuhi hukuman selama tiga tahun penjara setelah terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi. Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan penyalahgunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan masyarakat.
Heni Mulyani, yang menjabat sebagai kepala desa dari 2019 hingga 2027, dituduh telah mengalihkan dana publik untuk kepentingan pribadi. Ini adalah sebuah skandal yang mengecewakan banyak warga desa yang berharap akan adanya perubahan positif dalam kualitas hidup mereka melalui penggunaan dana tersebut.
Proses Persidangan dan Vonis
Persidangan Heni berlangsung pada 21 Oktober 2025 di Pengadilan Negeri Sukabumi. Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Syarip dengan dua hakim anggota, Adeng Abdul Kohar dan Iis Siti Rochmah. Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Anggi menuntut Heni dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan.
Namun, majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan vonis yang lebih ringan, yaitu tiga tahun penjara. Selain itu, Heni juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta. Jika denda tidak dibayar, Heni akan menghadapi hukuman tambahan selama tiga bulan kurungan. Keputusan ini menandai langkah penting dalam penegakan hukum terkait korupsi di tingkat desa.
Penyalahgunaan Dana Desa yang Mencolok
Menurut hasil audit, Heni Mulyani telah menyalahgunakan dana desa sejak awal masa jabatannya. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun jalan, memperbaiki fasilitas pendidikan, dan memberdayakan masyarakat malah dikorupsi. Kerugian negara akibat tindakan Heni mencapai Rp500.556.675, sebuah angka yang sangat signifikan untuk ukuran desa.
Salah satu tindakan yang paling mencolok adalah penjualan Posyandu Anggrek 08 seharga Rp45 juta. Ini menjadi sorotan karena Posyandu adalah fasilitas penting bagi kesehatan masyarakat. Penjualan ini tidak tercantum dalam petitum pengadilan, yang semakin menambah kontroversi kasus ini.
Reaksi Masyarakat Terhadap Kasus Ini
Setelah vonis dijatuhkan, banyak warga desa yang mengungkapkan kekecewaan mereka. Mereka merasa dikhianati oleh pemimpin yang seharusnya melayani dan memperjuangkan kepentingan mereka. “Kami berharap dana desa digunakan untuk membangun desa, bukan untuk kepentingan pribadi,” ujar salah satu warga.
Banyak tokoh masyarakat mulai menyerukan perlunya transparansi dalam pengelolaan dana desa. Mereka menginginkan agar pengawasan terhadap penggunaan dana publik ditingkatkan agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Kejadian ini juga mendorong warga untuk lebih aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan desa.
Tanggung Jawab Heni Mulyani
Selain menjalani hukuman penjara, Heni juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp500.556.675. Uang ini akan dikompensasikan dengan barang bukti berupa uang tunai Rp30 juta serta beberapa realisasi kegiatan yang telah dilakukan. Namun, masih terdapat sisa uang pengganti sebesar Rp455.556.675 yang harus dibayarkan oleh Heni.
Jika Heni tidak mampu membayar sisa tersebut, ia akan menjalani tambahan hukuman selama satu tahun penjara. Ini menunjukkan betapa seriusnya konsekuensi dari tindakan korupsi dan pentingnya pertanggungjawaban dalam penggunaan dana publik.
Proses Hukum yang Panjang
Proses hukum terhadap Heni Mulyani tidaklah singkat. Penyidikan berjalan cukup lama karena melibatkan verifikasi berbagai bukti keuangan dan dokumen pertanggungjawaban desa. Penyelidikan juga mengungkap adanya kegiatan fiktif yang dilaporkan selesai padahal tidak ada realisasinya di lapangan.
Agus Yuliana Indra Santoso, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Sukabumi, menyatakan bahwa proses ini menunjukkan komitmen untuk memberantas korupsi di tingkat desa. “Kami akan terus berupaya agar setiap penyalahgunaan dana publik tidak luput dari perhatian,” tegasnya.
Harapan untuk Masa Depan
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat dan pemerintah desa. Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik tidak bisa diabaikan. Kejadian ini diharapkan dapat mendorong perubahan positif dalam pengelolaan anggaran desa agar lebih tepat sasaran dan bermanfaat bagi warga.
Dengan adanya penegakan hukum yang tegas, masyarakat berharap bahwa kepercayaan terhadap pemerintah desa dapat pulih. Mereka menginginkan pemimpin yang benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat dan tidak terjerat dalam praktik korupsi.
