Pendahuluan Kasus Penganiayaan
Kota Depok, Jawa Barat, kembali dikejutkan oleh sebuah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pria bernama Abraham. Pria berusia 25 tahun ini diduga telah menganiaya pacarnya, IN, setelah wanita tersebut menolak ajakannya untuk terlibat dalam tindakan penipuan online yang dikenal dengan istilah “love scamming.” Ini adalah kasus yang mengejutkan, terutama karena melibatkan hubungan asmara yang seharusnya saling mendukung, bukan justru menghancurkan.
Kasus ini terungkap pada 18 November 2025, ketika pihak kepolisian dari Polda Metro Jaya mengungkapkan detail-detail yang mengejutkan mengenai dinamika hubungan antara Abraham dan IN. Sejak awal pertemuan mereka, hubungan ini sudah tampak mencurigakan, terutama ketika Abraham menunjukkan niat untuk memanfaatkan IN demi keuntungan pribadi.
Keterikatan Hubungan dan Awal Sangka Buruk
Abraham dan IN mulai menjalani hubungan percintaan pada Agustus 2024 dan tinggal bersama di sebuah kos di Cimanggis. “Pada awalnya, saya merasa bahagia. Dia membuat saya merasa istimewa,” ungkap IN, mengisahkan bagaimana semuanya berjalan. Namun, kebahagiaan itu segera tereduksi ketika Abraham mulai meminta hal-hal yang mencurigakan.
“Dia mulai mendorong saya untuk melakukan hal-hal yang ilegal, seperti memanfaatkan identitas saya di aplikasi kencan,” tambah IN, membagikan rasa tertekan yang mulai menggerogoti keseharian mereka. Sementara hubungan mereka tampak normal bagi sebagian orang, di balik itu, IN merasa terperangkap dalam situasi yang semakin tidak sehat.
Abraham menjelaskan kepadanya bahwa ia hanya ingin mencari uang dengan cara cepat, dan IN merasa terpaksa mengikuti kemauannya. “Saya tidak ingin mengecewakannya, tetapi dalam hati saya merasa sangat tidak nyaman,” ucapnya.
Permintaan untuk Terlibat dalam Love Scamming
Kegiatan yang diminta Abraham kepada IN tentu saja sangat mencurigakan. Dia memanfaatkan IN untuk menarik perhatian pria-pria lain dengan berpura-pura menjadi perempuan yang sedang mencari cinta. “Saya dipaksa untuk memikat mereka agar mau memberikan informasi seperti PIN atau kode ATM,” ungkap IN saat menceritakan modus operandi yang dilakukan oleh pacarnya.
“Setiap kali kami berhasil, Abraham akan mengambil uang yang ada di ATM tersebut. Saya merasa terjebak dalam skema yang berbahaya,” tambahnya, merasakan betapa sulitnya keluar dari situasi itu. Setiap kali IN menentang ajakan tersebut, Abraham menunjukkan tanda-tanda kemarahan, menciptakan suasana yang mencekam di dalam kos mereka.
Selama berjalannya waktu, IN merasa bahwa Abraham semakin berani dalam melakukan tindakan ilegal. “Dia menciptakan berbagai cara untuk menipu orang lain. Saya merasa sangat tidak aman,” katanya, menunjukkan ketakutannya terhadap tindakan kekerasan yang mungkin dilakukan oleh Abraham.
Kekerasan dan Ancaman Berlanjut
Ketika IN secara tegas menolak untuk terus terlibat dalam penipuan pada September 2025, situasi berubah menjadi sangat berbahaya. “Setelah penolakan itu, dia mulai menunjukkan sisi kekerasannya,” ungkap IN, mengenang kejadiannya yang menyakitkan. Dalam wawancara dengan pihak berwajib, ia menggambarkan bagaimana Abraham mulai memukul dan menendangnya sebagai bentuk protes atas penolakan tersebut.
“Dia bukan hanya memukul fisik, tetapi juga melontarkan kata-kata kasar yang sangat menyakitkan. Saya merasa semakin tertekan,” ungkap IN, menekankan bahwa kekerasan verbal yang dialaminya sama melebihnya dengan kekerasan fisik. Dalam benak IN, semua rasa takut dan trauma itu berkumpul, membuatnya sulit untuk tidur dan berfungsi normal.
“Setiap kali saya mencoba untuk melawan atau berbicara, dia akan mengancam untuk menyebarkan foto-foto pribadi saya jika saya tidak patuh,” katanya, merinci bagaimana ancaman tersebut membuatnya semakin tidak berdaya.
Melaporkan Kasus ke Pihak Berwajib
Puncak dari segala kekerasan itu membuat IN akhirnya berani mengambil langkah untuk melapor kepada pihak kepolisian. “Saya tidak bisa lagi bertahan. Harus ada seseorang yang tahu apa yang terjadi,” katanya, menegaskan keberaniannya untuk berbagi cerita di hadapan pihak berwajib.
Setelah melaporkan Abraham ke Polsek Cimanggis, pihak kepolisian segera bergerak melakukan penyelidikan. “Kami sangat serius menangani kasus ini, karena tidak ada tempat bagi kekerasan dalam hubungan,” ujar AKBP Putu Kholis, Wadirreskrimum Polda Metro Jaya.
Pihak kepolisian pun menemukan bahwa bukan hanya IN yang menjadi korban. “Ternyata masih ada perempuan lain yang bernama CYL yang juga mengalami hal serupa beberapa tahun lalu. Kasusnya berkaitan dengan modal kekerasan yang sama,” sebutnya.
Tindakan Hukum terhadap Pelaku
Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi menjerat Abraham dengan Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan. Ancaman hukuman tersebut adalah penjara selama dua tahun delapan bulan. Hal ini memberi harapan bagi IN dan para korban lain bahwa keadilan dapat ditegakkan.
Dengan kondisi yang terjadi, IN merasa bahwa langkahnya untuk melapor adalah hal paling bijak yang bisa dilakukan. “Sekarang saya merasa lebih aman setelah melaporkan dia. Saya berharap ke depannya tidak ada perempuan yang mengalami hal yang sama,” ucap IN, mengharapkan perubahan untuk wanita lain yang menghadapi kekerasan dalam hubungan.
Dampak Psikologis yang Dialami Korban
Setelah pengalaman traumatis ini, IN mengungkapkan bahwa pemulihan akan memakan waktu. “Saya merasa trauma dan perlu waktu untuk bisa pulih secara mental,” katanya. Rasa cemas dan ketakutan kadang datang tiba-tiba, membuatnya merasa sulit untuk berinteraksi kembali dengan orang lain.
“Saya khawatir jika saya bertemu pria baru, pengalaman ini akan selalu membayangi saya,” tuturnya, menceritakan dampak psikologis dari penganiayaan yang dialami. Kerentanan ini mengintimidasi IN, dan ia merasa perlu mendukung mentalnya untuk bangkit kembali.
Dia menekankan pentingnya memberi dukungan kepada para korban kekerasan. “Kami perlu membangun komunitas yang bisa membantu satu sama lain agar tidak merasa sendirian,” ujarnya. Hal ini memberi dampak positif bagi orang-orang yang menghadapi masalah serupa.
Kebutuhan akan Edukasi tentang Kekerasan dalam Hubungan
Kisah IN mengangkat pentingnya edukasi mengenai kekerasan dalam hubungan. Banyak orang masih tidak sadar akan tanda-tanda hubungan yang tidak sehat. “Edukasi ini harus dimulai dari rumah dan sekolah, agar setiap orang tahu bagaimana cara mengenali tanda-tanda bahaya,” tegas seorang aktivis sosial.
“Setiap orang berhak untuk merasa aman dalam hubungan. Kami harus berani berbicara dan berbagi cerita agar keadilan dapat dicapai,” tambahnya, menekankan pentingnya kesadaran di antara masyarakat tentang isu ini. Edukasi dapat mengurangi jumlah korban kekerasan di masa depan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Dari setiap pengalaman pahit seperti yang dialami IN, bisa menjadi pelajaran bagi banyak orang. “Semua orang harus tahu bahwa kekerasan tidak pernah menjadi solusi, dan setiap orang memiliki hak untuk berkata tidak,” ungkap aktivis tersebut.
Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Aman
Meski dihadapkan pada situasi yang sulit, IN memiliki harapan untuk masa depannya. “Saya ingin menatap ke depan dan berusaha untuk bangkit. Saya ingin membantu orang lain yang menghadapi situasi serupa,” kata IN dengan semangat baru.
Dengan berbagi cerita dan pengalaman, ia berharap bisa membantu perempuan lain untuk bersuara tentang apa yang mereka alami. “Saya ingin mereka tahu bahwa tidak ada yang berhak menyakiti mereka. Mari bersama kita bangkit dan berjuang melawan kekerasan,” tuturnya, menekankan semangatnya untuk menciptakan perubahan.
Semoga pengalaman pahit ini jadi pelajaran bagi banyak orang untuk lebih waspada dan menjalin hubungan yang sehat. “Kami tidak boleh biarkan kekerasan dalam hubungan terus berlanjut. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk saling mendukung dan melindungi,” pungkas IN, menjadi suara harapan bagi perempuan lain yang mengalami kekerasan.
