Jakarta – Ramalan tentang kiamat tidak hanya datang dari kitab suci atau teori konspirasi. Kini para ilmuwan juga punya versi mereka sendiri, dan angkanya mengejutkan: alam semesta diprediksi akan berakhir dalam 20 miliar tahun lagi.
Penelitian ini dilakukan oleh sekelompok fisikawan dari Cornell University di Amerika Serikat dan Jiao Tong University di Shanghai, Tiongkok. Mereka dibantu oleh beberapa lembaga lain dan menggunakan data dari dua survei besar dalam dunia astronomi, yakni Dark Energy Survey dan Dark Energy Spectroscopic Instrument.
Menurut mereka, jagat raya yang kini terus mengembang suatu hari akan berhenti meluas dan mulai menciut. Dalam waktu sekitar 7 miliar tahun, proses perluasan akan melambat dan berbalik arah. Setelah itu, alam semesta akan mengalami kontraksi hingga akhirnya kolaps menjadi satu titik kecil yang sangat padat. Para ilmuwan menyebut fenomena ini sebagai Big Crunch.
Jika Big Bang adalah awal dari segalanya, maka Big Crunch adalah akhir yang mengembalikan semua ke titik nol. Berdasarkan perhitungan mereka, kehancuran total akan terjadi dalam waktu sekitar 33,3 miliar tahun setelah Big Bang. Karena umur alam semesta saat ini sudah mencapai 13,8 miliar tahun, maka waktu yang tersisa hingga “kiamat” tinggal sekitar 20 miliar tahun.
Ini tentu bukan sesuatu yang perlu ditakutkan dalam waktu dekat. Sebagai perbandingan, kehidupan kompleks di Bumi baru muncul sekitar 600 juta tahun yang lalu. Artinya, 20 miliar tahun adalah angka yang nyaris tak bisa dibayangkan oleh kehidupan manusia modern.
Sebelum semesta kolaps, banyak hal besar lain akan terjadi. Salah satunya adalah kematian Matahari. Dalam waktu 7 miliar tahun lagi, bintang pusat tata surya kita diprediksi akan membesar menjadi raksasa merah dan menelan planet Bumi. Tak hanya itu, galaksi kita, Bima Sakti, juga diperkirakan akan bertabrakan dengan Galaksi Andromeda, menciptakan benturan kosmis berskala raksasa.
Namun teori Big Crunch bukan satu-satunya skenario kiamat versi ilmiah. Beberapa ilmuwan lain membayangkan alam semesta seperti karet gelang yang terus meregang, lalu tiba-tiba memantul dan menciut kembali. Ada pula yang masih meyakini bahwa perluasan ini akan terus berlanjut hingga semua benda di alam semesta berjauhan dan mati dalam kesepian yang disebut Big Freeze.
Energi gelap atau dark energy menjadi komponen utama dalam perhitungan ini. Saat ini, energi gelap diperkirakan mengisi 72 persen dari seluruh isi alam semesta, sementara 23 persen sisanya adalah materi gelap atau dark matter, dan hanya 4,6 persen yang merupakan materi biasa yang bisa dilihat dan disentuh. Energi gelap inilah yang diyakini menyebabkan alam semesta terus mengembang, namun perannya dalam proses Big Crunch masih menjadi perdebatan.
Para peneliti juga memperingatkan bahwa model ini tidak bersifat mutlak. Dengan keterbatasan data observasi dan kompleksitas kosmologi, margin kesalahannya masih cukup besar. Namun tetap saja, skenario ini memberikan gambaran menarik tentang bagaimana akhir dari segalanya bisa terjadi.
Alam semesta telah hidup selama hampir 14 miliar tahun dan dalam prosesnya membentuk bintang, planet, galaksi, bahkan kehidupan cerdas seperti manusia. Namun seperti semua hal yang memiliki awal, ia pun akan memiliki akhir. Entah itu melalui kehancuran total, pembekuan perlahan, atau skenario lain yang belum bisa kita bayangkan hari ini.