Ketegangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia kembali meningkat. Kali ini, China melakukan langkah balasan strategis terhadap Amerika Serikat dalam perang chip yang semakin sengit. Setelah Washington memperketat larangan ekspor chip canggih ke Beijing, pemerintah China melalui State Administration for Market Regulation (SAMR) menargetkan dua raksasa teknologi asal AS, Qualcomm dan Nvidia, dengan penyelidikan antimonopoli yang dapat mengguncang industri semikonduktor global.
Latar Belakang Panasnya Perang Chip Dunia
Perang chip ini berawal dari ambisi AS untuk menahan kemajuan teknologi China di bidang kecerdasan buatan (AI) dan komputasi super. Pemerintah AS membatasi ekspor chip dan alat pembuat semikonduktor ke China agar negara itu tidak dapat mengembangkan teknologi militer dan AI canggih yang bisa menyaingi dominasi Amerika. Namun, Beijing tidak tinggal diam. Kini, mereka mulai menyerang balik dengan strategi ekonomi yang tajam dan berdampak luas.
Langkah terbaru China terhadap Qualcomm dan Nvidia menunjukkan bahwa perang chip telah berkembang menjadi pertarungan ekonomi dua arah. Tidak lagi hanya tentang ekspor dan impor, tetapi tentang siapa yang akan menguasai masa depan teknologi dunia.
Qualcomm Diselidiki Karena Akuisisi Autotalks
SAMR menuding Qualcomm melanggar aturan pelaporan akuisisi terhadap Autotalks, perusahaan asal Israel yang bergerak di bidang chip komunikasi untuk mobil otonom. Investigasi ini diluncurkan karena Qualcomm dianggap tidak transparan dalam melaporkan dampak akuisisi tersebut terhadap pasar chip China. Padahal, akuisisi ini merupakan bagian penting dari strategi Qualcomm untuk memperkuat posisi di sektor otomotif dan sistem komunikasi kendaraan.
Bagi Qualcomm, tekanan dari China bukanlah hal baru. Pada 2015, mereka sempat dijatuhi denda hampir 1 miliar dolar AS karena pelanggaran lisensi paten. Kemudian pada 2018, pemerintah China juga menahan izin akuisisi Qualcomm terhadap NXP Semiconductors, yang akhirnya dibatalkan. Dua kejadian tersebut sudah cukup menjadi bukti bahwa hubungan antara Qualcomm dan Beijing sering diwarnai ketegangan.
Namun meski sering “diganggu”, Qualcomm tidak bisa begitu saja lepas dari pasar China. Sekitar 50 persen pendapatan globalnya masih berasal dari negara itu. Karena itulah CEO Cristiano Amon berulang kali menjalin komunikasi langsung dengan pejabat tinggi China, bahkan diundang dalam forum bisnis elit yang dihadiri Presiden Xi Jinping.
Nvidia Dituduh Monopoli dan Diblokir Impornya
Selain Qualcomm, Nvidia juga menjadi sasaran besar berikutnya. Pemerintah China menuduh Nvidia melakukan pelanggaran antimonopoli terkait akuisisi Mellanox Technologies pada tahun 2020. Langkah ini bukan tanpa alasan, karena Nvidia kini menjadi pemain dominan di industri AI dengan produk chip seperti A100 dan H100 yang digunakan dalam pelatihan model kecerdasan buatan di seluruh dunia.
Beijing semakin memperketat masuknya chip Nvidia ke China, bahkan memperkuat pengawasan bea cukai di pelabuhan besar. Setiap pengiriman chip dari AS kini diperiksa lebih ketat. Selain itu, otoritas China juga mendorong perusahaan lokal untuk berhenti membeli chip Nvidia, termasuk varian khusus seperti H20 dan RTX Pro 6000D yang dibuat agar lolos dari pembatasan ekspor AS.
Langkah ini menunjukkan ambisi besar Beijing untuk mengembangkan industri chip buatan lokal. Pemerintah tengah menggelontorkan dana besar bagi perusahaan seperti SMIC, Huawei HiSilicon, dan Cambricon Technologies guna mempercepat kemandirian teknologi nasional.
Langkah Balasan China ke Arah Ekonomi Global
Penyelidikan terhadap Nvidia dan Qualcomm hanyalah bagian dari strategi balasan yang lebih luas. Dalam dua hari terakhir, pemerintah China juga mengumumkan biaya tambahan untuk kapal berbendera Amerika yang berlabuh di pelabuhan China. Selain itu, ekspor bahan penting seperti litium dan bahan baku semikonduktor kini memerlukan izin khusus. Kebijakan ini jelas mengancam rantai pasok global yang selama ini sangat bergantung pada material asal China.
Dengan kontrol ketat atas bahan mentah utama chip dan baterai, China kini memiliki posisi tawar yang kuat untuk menekan Amerika. Kebijakan ini juga menjadi sinyal bahwa Beijing siap menahan “senjata ekonomi” yang bisa memukul balik industri teknologi Amerika Serikat.
Dampak dan Arah Baru Industri Teknologi Dunia
Langkah China ini bisa menjadi titik balik dalam sejarah industri semikonduktor global. Negara-negara yang selama ini mengandalkan chip dari AS kini mulai mencari alternatif lain untuk menghindari risiko politik. Banyak analis memprediksi bahwa jika konflik terus berlanjut, dunia bisa terpecah menjadi dua blok teknologi besar: blok AS dan sekutunya, serta blok China dan mitra industrinya di Asia.
Selain itu, kebijakan ini juga mempercepat lahirnya inovasi lokal di China. Dalam beberapa tahun terakhir, negara itu sudah berhasil memproduksi chip AI seperti Ascend 910 milik Huawei dan chip dari Biren Technology yang mendekati performa produk Nvidia. Artinya, upaya AS untuk menahan kemajuan China justru bisa mendorong kebangkitan teknologi dalam negeri mereka sendiri.
Penutup: Perebutan Masa Depan Digital
Perang chip global kini tidak lagi sekadar urusan dagang atau ekspor-impor. Ini adalah pertarungan untuk menguasai masa depan AI dan ekonomi digital dunia. China menunjukkan bahwa mereka tidak akan tunduk pada tekanan Amerika, sementara AS tetap berupaya menjaga dominasi teknologinya.
Pertanyaannya kini bukan lagi siapa yang lebih kuat hari ini, tapi siapa yang akan bertahan dan berinovasi lebih cepat di masa depan. Karena dalam dunia yang digerakkan oleh data dan kecerdasan buatan, siapa yang menguasai chip, akan menguasai dunia.