Dunia smartphone flagship sedang dihadapkan pada gejolak besar, menyusul pencabutan lisensi arsitektur mikroprosesor ARM yang digunakan Qualcomm pada Snapdragon 8 Elite. Pencabutan lisensi ini memiliki implikasi yang sangat serius, terutama bagi Qualcomm, produsen chipset terkemuka yang selama ini memasok teknologi untuk sebagian besar ponsel flagship Android. Keputusan ini tidak hanya memengaruhi Snapdragon 8 Elite—chip terbaru dengan performa tinggi yang dirancang Qualcomm—tetapi juga berpotensi mengguncang seluruh ekosistem smartphone flagship.
Snapdragon 8 Elite menjadi sorotan utama karena merupakan produk pertama Qualcomm yang mengusung CPU Oryon, prosesor generasi terbaru yang dibangun dengan teknologi fabrikasi 3 nanometer. Teknologi ini membuat Snapdragon 8 Elite lebih cepat dan hemat daya dibandingkan pendahulunya, Snapdragon 8 Gen 3. Dengan konfigurasi 8 inti, yang mencakup 2 inti utama berkecepatan hingga 4,32 GHz dan 6 inti kinerja berkecepatan 3,53 GHz, Snapdragon 8 Elite dirancang untuk menjadi chip unggulan bagi berbagai merek seperti Samsung, Xiaomi, Oppo, dan lainnya. Sayangnya, pencabutan lisensi ARM dapat membuat Qualcomm terpaksa menghentikan produksi dan distribusi chip ini dalam waktu dekat.
Latar belakang dari pencabutan lisensi ini berkaitan dengan akuisisi Qualcomm terhadap Nuvia pada 2021. Sebelum akuisisi, Nuvia telah memegang lisensi untuk CPU server berbasis ARM, yang kemudian digunakan Qualcomm untuk mengembangkan CPU Oryon. Langkah ini menimbulkan ketegangan karena ARM menilai penggunaan lisensi server untuk pengembangan CPU mobile melanggar kesepakatan royalti yang ada. ARM, yang memiliki lisensi tersendiri untuk perangkat mobile, menggugat Qualcomm dan mencabut lisensi Nuvia pada 2023.
Dengan terancamnya penggunaan CPU Oryon dalam pengembangan Snapdragon 8 Elite, Qualcomm menghadapi tantangan besar. Dalam waktu 60 hari, Qualcomm harus mencapai kesepakatan baru dengan ARM atau mempertimbangkan untuk mengembangkan arsitektur baru yang tidak bergantung pada ARM, sebuah upaya yang sangat rumit dan memakan biaya. Jika tidak berhasil, ponsel flagship yang direncanakan untuk menggunakan Snapdragon 8 Elite, seperti produk Samsung dan Oppo, mungkin harus beralih ke solusi lain atau menunda rencana produksi mereka.
Sebagai bentuk protes terhadap pencabutan lisensi, Qualcomm menyatakan bahwa tindakan ARM adalah “taktik putus asa” untuk mengganggu proses hukum dan meningkatkan tarif royalti di luar ketentuan yang disepakati sebelumnya. Qualcomm juga menyebutkan keyakinannya untuk memenangkan persidangan yang dijadwalkan pada Desember 2024, tetapi jika hasilnya tidak berpihak pada Qualcomm, produsen ini mungkin harus segera mencari opsi lain agar tetap relevan dalam pasar chipset mobile.
Pergeseran ini akan membuka peluang besar bagi pesaing Qualcomm, khususnya MediaTek, yang mungkin menawarkan chipset alternatif bagi produsen ponsel flagship Android. MediaTek telah menunjukkan peningkatan dalam hal performa dan efisiensi daya, membuatnya semakin menarik bagi produsen smartphone yang menginginkan opsi non-Qualcomm. Dengan ketidakpastian yang dihadapi Qualcomm saat ini, bukan tidak mungkin MediaTek atau produsen lain mengambil alih posisi sebagai pemasok chipset utama untuk ponsel Android flagship, suatu perkembangan yang bisa mengubah dinamika industri dalam waktu dekat.