Jakarta – Setelah penelitian internasional membuktikan bahwa ChatGPT mengubah cara manusia berbicara dalam bahasa Inggris, pertanyaan selanjutnya pun muncul: bagaimana dampaknya di Indonesia? Apakah gaya bahasa AI juga memengaruhi komunikasi kita sehari-hari? Jawabannya: iya, dan tren ini mulai terlihat jelas.
Bahasa yang Paling Sering Digunakan AI di Indonesia
Dalam konteks lokal, terutama pada interaksi dengan AI seperti ChatGPT yang diatur ke bahasa Indonesia, bahasa formal baku dan netral-objektif adalah yang paling sering digunakan. Gaya ini mirip dengan penulisan esai, dokumen akademik, atau laporan bisnis.
Beberapa ciri khasnya meliputi:
- Struktur kalimat panjang, kompleks, tapi runtut
- Pilihan kata yang cenderung abstrak dan intelektual
- Nada netral dan tidak emosional
- Sering muncul diksi seperti: menganalisis, mengoptimalkan, mengembangkan, memperkuat, memfasilitasi, strategi, solusi, sistematis, signifikan, integrasi, kolaboratif, transparansi, keberlanjutan
Contoh kalimat khas AI dalam bahasa Indonesia:
“Untuk mengoptimalkan dampak strategis dari implementasi kebijakan tersebut, diperlukan pendekatan kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.”
Kalimat di atas terdengar seperti hasil rapat Bappenas, padahal bisa saja diminta dari ChatGPT hanya dengan prompt “buatkan alasan kenapa proyek ini harus dilanjutkan”.
Kata-Kata “GPT Style” Versi Bahasa Indonesia
Berdasarkan pengamatan terhadap ribuan respons ChatGPT dalam bahasa Indonesia (terutama di platform media sosial, blog, dan kampus), berikut adalah daftar kata yang bisa disebut sebagai GPT words versi Indonesia:
GPT Words Indo Makna / Gaya Menganalisis Akademik Menyelaraskan Konsensus Kolaboratif Profesional, sinergi Transparansi Birokrasi Keberlanjutan Agenda global, ESG Strategis Bahasa korporat Solusi Optimis-teknokratis Integrasi Sistemik Inklusif Progresif Optimalisasi Efisiensi
Gaya ini cenderung muncul di:
- Presentasi startup dan proposal bisnis
- Tugas kuliah dan skripsi
- Caption media sosial aktivis, konsultan, dan komunitas kreatif
- Jawaban wawancara kerja hasil dilatih AI
Kok Bisa Menular ke Bahasa Indonesia?
Mirip seperti fenomena di Inggris dan Amerika, pengguna di Indonesia juga terpapar intensif pada output AI, baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. Karena banyak konten lokal yang dihasilkan dengan bantuan AI (entah itu blog, konten media sosial, atau artikel berita), publik perlahan mulai menyerap gaya bahasanya. Terlebih, banyak pekerja digital di Indonesia menggunakan ChatGPT sebagai asisten naskah, email, atau pitch deck.
AI juga cenderung menggunakan kata yang netral secara ideologis, sopan secara birokratis, dan rapi secara akademik. Lama-kelamaan, gaya ini menjadi semacam “standar baru” dalam komunikasi digital yang dianggap cerdas, profesional, dan efisien.
Efek Sampingnya: Kaku dan Jauh dari Akar Budaya?
Beberapa pengamat budaya khawatir bahwa bahasa Indonesia ala AI bisa menjauhkan kita dari gaya tutur yang lebih membumi, penuh warna lokal, dan berkarakter. Misalnya:
Bahasa Natural Bahasa AI “Biar cepet kelar” “Agar proses dapat diselesaikan secara efisien” “Gak nyambung, bro” “Kurang relevan dengan konteks pembahasan” “Udah ngaco dari awal” “Terdapat ketidaksesuaian sejak tahap awal implementasi”
Bahasa AI kadang terdengar terlalu “halus” dan kehilangan kejujuran spontan. Ini bikin komunikasi terasa datar, terlalu resmi, atau bahkan kaku jika digunakan dalam konteks santai.
Kesimpulan
AI seperti ChatGPT memang sudah mulai mengubah cara kita berbicara, bukan cuma menulis. Di Indonesia, gaya bahasa AI yang sopan, sistematis, dan penuh jargon teknokratis mulai meresap ke berbagai konteks—dari ruang rapat, kelas kuliah, sampai caption Instagram.
Pertanyaannya sekarang: apakah kita akan terus mengikuti gaya bahasa AI, ataukah mulai mencampurnya dengan identitas linguistik lokal yang lebih hidup dan penuh warna?