Pertemuan di Depan DPRD
Pada Senin, 1 September 2025, Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, melakukan pertemuan langsung dengan ratusan mahasiswa yang menggelar aksi protes di depan kantor DPRD Kota Ternate. Dalam suasana yang penuh semangat, Gubernur Sherly didampingi oleh Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara Ikbal Ruray, serta Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman.
Massa aksi berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate, dan mereka membawa sejumlah tuntutan yang dianggap penting untuk disampaikan kepada pemerintah. Seorang perwakilan mahasiswa membacakan 17 tuntutan di hadapan gubernur dan rombongan, menuntut perhatian serius dari pihak berwenang.
Tuntutan Mahasiswa yang Beragam
Tuntutan yang diajukan oleh mahasiswa mencakup berbagai isu yang krusial bagi masyarakat. Di antara tuntutan tersebut adalah desakan untuk melakukan reformasi agraria, evaluasi izin usaha pertambangan (IUP), pengesahan Undang-Undang perampasan aset, serta penurunan tarif pajak. “Kami ingin agar hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi,” ungkap salah satu mahasiswa yang menyampaikan tuntutan.
Selain itu, mereka juga mendesak agar Perda adat di Maluku Utara segera disahkan dan memberikan status tanah di Tabona. “Tanah adalah sumber kehidupan kami, dan kami ingin agar hak kami diakui secara resmi,” tambahnya. Mereka juga meminta pembebasan 11 warga adat Maba Sangaji yang saat ini terjerat masalah hukum.
Respons Gubernur Sherly
Menanggapi tuntutan tersebut, Gubernur Sherly memberikan apresiasi terhadap keberanian mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi secara tertib. “Saya mendengar dengan saksama semua tuntutan yang disampaikan. Sebagian besar dari tuntutan ini berada di kewenangan pusat. Saya akan memastikan suara kalian didengar oleh Presiden Prabowo Subianto,” ujarnya.
Sherly menegaskan bahwa meskipun kewenangannya terbatas, ia berkomitmen untuk menyampaikan isu-isu penting yang diangkat oleh mahasiswa kepada pihak terkait di pusat. “Masalah tanah di Tabona akan segera ditindaklanjuti, dan izin IUP merupakan kewenangan Kementerian ESDM,” katanya.
Masalah Tanah di Tabona
Salah satu fokus utama tuntutan adalah masalah tanah di Tabona. Gubernur Sherly mengonfirmasi bahwa masalah ini akan segera ditindaklanjuti. “Kami akan membahas masalah ini dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa hak masyarakat di Tabona dihormati,” tegasnya. Mahasiswa menyampaikan harapan agar pemerintah dapat segera menyelesaikan masalah ini.
“Proses hukum yang jelas dan transparan sangat penting bagi kami. Kami tidak ingin konflik di masa depan,” ujar salah satu aktivis yang hadir dalam aksi tersebut. Mereka berharap agar pemerintah dapat memberikan kejelasan mengenai status tanah mereka.
Evaluasi Izin Usaha Pertambangan
Tuntutan lain yang tak kalah penting adalah evaluasi izin usaha pertambangan (IUP). Mahasiswa menekankan pentingnya evaluasi yang transparan terhadap izin-izin yang telah dikeluarkan. “Kami khawatir banyak izin yang dikeluarkan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial,” ungkap seorang perwakilan mahasiswa.
Gubernur Sherly menyatakan bahwa izin IUP merupakan wewenang Kementerian ESDM. “Kami akan menyampaikan aspirasi ini kepada kementerian terkait agar dilakukan evaluasi menyeluruh,” jelasnya. Ia mengharapkan agar semua izin yang ada dapat dievaluasi agar tidak merugikan masyarakat.
Tuntutan Pembebasan Warga Adat
Tuntutan untuk pembebasan 11 warga adat Maba Sangaji juga menjadi sorotan dalam aksi tersebut. Gubernur Sherly menegaskan bahwa proses hukum mereka sedang berlangsung. “Saya membuka ruang komunikasi dengan pihak Kejaksaan untuk mempertimbangkan keringanan hukum bagi mereka,” katanya.
“Saya akan memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan transparan. Keluarga mereka juga perlu diperhatikan,” tambahnya. Pernyataan ini disambut baik oleh massa aksi, yang berharap ada tindakan nyata dari pemerintah.
Perda Adat yang Belum Disahkan
Perda adat menjadi salah satu tuntutan utama dari mahasiswa. Gubernur Sherly menjelaskan pentingnya pengesahan Perda adat untuk melindungi hak-hak masyarakat. “Kami akan mempercepat proses ini agar masyarakat adat mendapatkan perlindungan hukum yang mereka butuhkan,” ujarnya.
Mahasiswa berharap agar pengesahan Perda adat dapat segera direalisasikan. “Kami ingin agar hak-hak adat kami diakui secara resmi oleh pemerintah,” ungkap salah satu perwakilan massa aksi. Mereka menilai pengesahan Perda ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat.
Menjaga Keamanan Selama Aksi
Selama aksi berlangsung, Gubernur Sherly memberikan penghargaan kepada TNI dan Polri yang mengawal jalannya demonstrasi. “Keberadaan mereka sangat penting untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Aksi ini dapat berlangsung damai berkat dukungan mereka,” ujarnya.
Mahasiswa juga merasa puas dengan pengawalan yang dilakukan oleh aparat. “Kami bisa menyampaikan aspirasi dengan tenang berkat pengawalan yang baik,” kata seorang mahasiswa yang mengikuti aksi. Hal ini menunjukkan pentingnya sinergi antara pemerintah dan aparat keamanan dalam menghadapi aksi massa.
Harapan untuk Dialog Berkelanjutan
Di akhir pertemuan, Gubernur Sherly menyatakan komitmennya untuk terus membuka ruang dialog dengan masyarakat. “Saya berjanji akan terus berkomunikasi dengan kalian dan memastikan aspirasi ini didengar,” tegasnya. Hal ini menandakan bahwa pemerintah daerah siap untuk mendengarkan dan merespons kebutuhan masyarakat.
Mahasiswa juga berharap bahwa pertemuan ini menjadi awal dari komunikasi yang lebih baik dengan pemerintah. “Kami ingin agar masalah kami tidak hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti dengan tindakan nyata,” ungkap salah satu peserta aksi.
Penutup: Membangun Hubungan yang Konstruktif
Pertemuan Gubernur Sherly dengan massa aksi di Ternate menjadi langkah penting dalam membangun hubungan yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat. Melalui dialog yang terbuka, diharapkan semua isu yang dihadapi masyarakat dapat teratasi dengan baik.
“Ini adalah awal dari proses yang panjang, tetapi kami yakin dengan kerjasama, semua tuntutan ini bisa diwujudkan,” ungkap seorang aktivis. Masyarakat berharap agar pengakuan terhadap hak-hak mereka menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah ke depannya.