Perusahaan bimbingan belajar online (bimbel) asal Amerika Serikat, Chegg, harus menghadapi kenyataan pahit setelah mengalami kebangkrutan akibat disrupsi yang ditimbulkan oleh teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya ChatGPT. Kehilangan pelanggan secara drastis menjadi penyebab utama turunnya nilai perusahaan, yang sebelumnya menjadi salah satu penyedia layanan bimbel terbesar di AS.
Kehilangan Pelanggan Akibat ChatGPT
Chegg, yang didirikan pada tahun 2006, pernah menjadi platform yang sangat digemari oleh pelajar di AS. Perusahaan ini menawarkan berbagai layanan, mulai dari bimbingan untuk soal-soal tugas sekolah hingga konsultasi dengan para ahli. Namun, sejak kemunculan ChatGPT, Chegg mulai kehilangan daya tariknya. Para pelajar, yang sebelumnya mengandalkan Chegg untuk mendapatkan jawaban atau bimbingan, kini beralih ke ChatGPT yang dianggap lebih efisien dan praktis.
Menurut data internal perusahaan, lebih dari setengah juta pelanggan memutuskan untuk berhenti berlangganan layanan Chegg. Hal ini mengakibatkan penurunan harga saham Chegg hingga 99 persen, dari level tertingginya pada 2021 yang mencapai 113,51 dollar AS (sekitar Rp 1,7 juta) per lembar menjadi hanya 1,86 dollar AS (sekitar Rp 29.315) per lembar.
Langkah Terlambat Chegg Mengadopsi Teknologi AI
Pada awalnya, para eksekutif Chegg meremehkan potensi dari teknologi seperti ChatGPT. Pada tahun 2022, bahkan ketika karyawan perusahaan mengusulkan untuk menggunakan AI dalam menjawab soal-soal secara otomatis, ide tersebut ditolak. Chegg beranggapan bahwa ChatGPT akan kesulitan memberikan jawaban yang akurat dan konsisten, karena kecenderungan model AI dalam memberikan informasi yang terkadang keliru.
Namun, belakangan, data internal Chegg menunjukkan bahwa semakin banyak pelajar yang beralih ke ChatGPT untuk mendapatkan bantuan belajar. Teknologi GPT-4 yang digunakan oleh ChatGPT bahkan menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada layanan jawaban manual yang diberikan oleh ahli di Chegg. Dengan semakin populernya ChatGPT, Chegg berupaya mengembangkan layanan baru yang disebut Cheggmate, yang menggabungkan database Chegg dengan kecerdasan GPT-4. Sayangnya, upaya ini tidak membuahkan hasil yang signifikan karena pengguna lebih memilih menggunakan ChatGPT secara langsung.
Upaya Terakhir dan Pengunduran Diri CEO
Chegg berusaha keras untuk bertahan dengan menggandeng berbagai perusahaan AI seperti Scale AI untuk menciptakan berbagai sistem AI untuk membantu dalam berbagai bidang studi. Chegg juga memperbarui tampilan situs web mereka, mencoba meniru ChatGPT dengan menyediakan kolom bagi pengguna untuk mengajukan pertanyaan atau permintaan.
Namun, meskipun upaya tersebut, tidak ada yang bisa menghentikan penurunan jumlah pelanggan. CEO Chegg, Dan Rosensweig, yang memimpin perusahaan selama lebih dari satu dekade, akhirnya mengundurkan diri pada Juni 2024 setelah saham perusahaan merosot tajam. Posisi CEO kemudian diambil alih oleh Nathan Schultz, yang mencoba melakukan restrukturisasi besar-besaran, termasuk pemecatan terhadap 441 karyawan dan mengubah fokus perusahaan agar tidak hanya sekadar penyedia jawaban untuk PR.
Namun, langkah-langkah tersebut terbukti terlambat. Cheggmate, yang semula diharapkan menjadi harapan baru perusahaan, akan segera dihentikan oleh manajemen baru. Chegg kini berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan besar yang dibawa oleh AI generatif, tetapi tidak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa mereka sudah tertinggal jauh di belakang.
Dampak ChatGPT pada Industri Pendidikan Online
Kasus Chegg adalah contoh nyata bagaimana teknologi, khususnya AI, dapat mengubah wajah industri yang telah lama ada. ChatGPT telah membuktikan diri sebagai alat yang sangat berguna bagi para pelajar, memungkinkan mereka untuk mendapatkan jawaban secara cepat dan efisien tanpa harus bergantung pada bimbingan dari manusia. Bagi banyak orang, ini adalah awal dari era baru dalam pendidikan, di mana AI tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai kompetitor yang menggerus bisnis tradisional.
Chegg bukanlah satu-satunya perusahaan yang menghadapi tantangan ini. Banyak layanan pendidikan online lainnya juga sedang beradaptasi dengan perubahan yang dibawa oleh AI generatif, yang membuat model bisnis lama menjadi tidak relevan. Ke depan, perusahaan-perusahaan di sektor ini akan perlu lebih kreatif dalam menemukan cara untuk bersaing dengan teknologi seperti ChatGPT yang semakin canggih.
Kesimpulan
Adopsi teknologi kecerdasan buatan di kalangan pelajar semakin mengancam bisnis tradisional di bidang pendidikan, termasuk bimbingan online. Chegg, yang dahulu menjadi raja dalam dunia bimbel online, kini harus gulung tikar setelah kalah saing dengan ChatGPT. Ini menunjukkan betapa pesatnya perkembangan teknologi dan bagaimana hal tersebut dapat dengan cepat mengubah lanskap industri yang telah ada bertahun-tahun lamanya.