Penangkapan Bupati dalam OTT
Pada 9 Agustus 2025, Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, terjerat dalam kasus korupsi yang menghebohkan masyarakat. KPK menangkapnya melalui operasi tangkap tangan (OTT), setelah mengumpulkan bukti yang menunjukkan keterlibatannya dalam praktik korupsi terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Penangkapan ini tidak hanya mengejutkan publik, tetapi juga menyoroti masalah serius dalam pengelolaan anggaran publik.
KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Andi Lukman Hakim, penanggung jawab dari Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD; Ageng Dermanto, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek; serta Deddy Karnady dan Arif Rahman dari pihak swasta yang terlibat. “Kami menemukan cukup bukti untuk menjerat mereka,” ungkap Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Latar Belakang Proyek RSUD
Proyek RSUD Kolaka Timur dimulai dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas layanan kesehatan, dengan anggaran sebesar Rp 126,3 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Proyek ini merupakan bagian dari program prioritas nasional di sektor kesehatan. Namun, harapan akan peningkatan layanan kesehatan justru terhambat oleh praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Kasus ini berawal dari pertemuan antara pihak Kementerian Kesehatan dan konsultan perencana pada Desember 2024. Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Kesehatan menyerahkan kewenangan penunjukan penyedia jasa kepada masing-masing daerah. Di Kolaka Timur, pekerjaan ini seharusnya diberikan kepada PT Patroon Arsindo, namun tidak melalui proses yang transparan.
Penunjukan Vendor yang Tidak Sesuai
Setelah rancangan dasar selesai dibuat, seharusnya ada tahap penunjukan vendor untuk pembangunan RSUD. Namun, Pemkab Kolaka Timur justru mengatur proses tersebut dengan menunjuk PT Pilar Cerdas Putra tanpa melakukan mekanisme lelang. “Ini adalah pelanggaran yang sangat serius,” kata Asep.
Pengaturan ini mulai terungkap ketika KPK melakukan penyelidikan. Pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur dan pihak Kementerian Kesehatan pada Januari 2025 menjadi titik awal pengaturan tersebut. KPK menduga bahwa Ageng Dermanto, sebagai PPK, memberikan uang kepada Andi Lukman Hakim untuk memastikan kelancaran penunjukan vendor.
Permintaan Jatah oleh Bupati
Selama proses pengaturan, Abdul Azis diduga meminta “commitment fee” sebesar 8 persen dari total nilai proyek, yang diperkirakan mencapai Rp 9 miliar. “Kami memiliki bukti bahwa Deddy Karnady menarik dana dan menyerahkannya kepada pejabat terkait,” ungkap Asep.
Dari total dana yang ditarik, sekitar Rp 2,09 miliar ditarik pada Mei-Juni 2025, dan Rp 500 juta diserahkan kepada Ageng. Pertemuan ini juga membahas skema pengelolaan uang yang diketahui oleh Bupati, menunjukkan adanya aliran dana yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Bukti Penarikan Dana dan Pengelolaan Uang
Deddy Karnady tidak hanya melakukan penarikan dana awal, tetapi juga menarik cek senilai Rp 1,6 miliar pada Agustus 2025. Uang tersebut diserahkan kepada Ageng, yang kemudian menyerahkannya kepada staf Bupati. “Ada indikasi bahwa uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Bupati,” tegas Asep.
Selama OTT, KPK berhasil mengamankan Ageng bersama barang bukti berupa uang tunai Rp 200 juta. Uang ini diduga merupakan bagian dari “commitment fee” yang diminta oleh Bupati. “Kami memiliki cukup bukti untuk menjerat mereka berdasarkan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Dampak Sosial dan Respons Masyarakat
Berita penangkapan ini menimbulkan reaksi beragam di kalangan masyarakat. Banyak yang merasa kecewa dan marah terhadap tindakan korupsi pejabat publik. “Kami ingin agar semua yang terlibat mendapatkan hukuman yang setimpal,” ujar Taufik, seorang aktivis lokal.
Kekhawatiran masyarakat semakin meningkat dengan adanya dugaan bahwa korupsi ini mungkin melibatkan lebih banyak orang. “Kami ingin tahu seberapa dalam jaringan korupsi ini dan siapa saja yang terlibat,” tambahnya. Kejadian ini menambah daftar panjang kasus korupsi yang mencoreng wajah pemerintah daerah.
Proses Hukum yang Berlanjut
KPK berkomitmen untuk melanjutkan penyelidikan lebih dalam terkait kasus ini. “Kami akan menggali lebih jauh untuk memastikan semua pihak yang terlibat akan mendapatkan konsekuensi hukum yang setimpal,” kata Asep. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat menciptakan efek jera bagi pejabat lainnya.
Masyarakat juga diharapkan dapat berpartisipasi dalam melaporkan dugaan korupsi lainnya. “Kami perlu dukungan masyarakat untuk memberantas korupsi di semua lini,” tegasnya. Dengan langkah ini, diharapkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat dipulihkan.
Kesimpulan
Kasus dugaan korupsi dalam proyek RSUD Kolaka Timur ini memperlihatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara. Proyek yang seharusnya meningkatkan layanan kesehatan justru menjadi ajang praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Dengan penegakan hukum yang tegas, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi pejabat lainnya untuk tidak terlibat dalam praktik ilegal. Masyarakat menantikan tindakan nyata dari KPK untuk menghentikan korupsi yang merugikan negara dan rakyat.